Tag Archive for: Prefrontal Cortex

Ubun-ubun – Prefrontal Cortex

Ubun-ubun, dalam bahasa anatomi disebut sebagai “fontanel”, adalah bagian lunak di atas kepala manusia, terutama terlihat pada bayi. Pada bayi yang baru lahir, ubun-ubun adalah area di mana tulang-tulang tengkorak belum sepenuhnya menyatu. Hal ini memungkinkan tengkorak bayi lebih fleksibel saat melewati jalan lahir dan memberi ruang bagi otak untuk tumbuh dengan cepat di tahun-tahun awal kehidupannya.

Seiring bertambahnya usia, tulang-tulang ini akan menyatu secara perlahan, dan ubun-ubun akan mengeras serta menjadi lebih kecil hingga akhirnya tertutup sepenuhnya. Biasanya, ubun-ubun depan (anterior) menutup sekitar usia 18-24 bulan. Pada orang dewasa, area ini tidak lagi terlihat lunak karena tulang-tulang tengkoraknya sudah menyatu.

Fontanel sebenarnya bukan bagian dari otak, melainkan bagian lunak pada tengkorak yang berada di atas otak. Secara anatomi, fontanel adalah area di mana tulang-tulang tengkorak belum menyatu sepenuhnya pada bayi. Di bawah fontanel, terdapat struktur pelindung berupa meninges (selaput otak) dan cairan serebrospinal, yang melindungi otak dari benturan.

Di bawah fontanel adalah otak, khususnya bagian yang disebut korteks serebral, di antara bagiannya adalah Prefrontal Cortex. Yang memainkan peran utama dalam fungsi-fungsi kognitif seperti berpikir, merasakan, dan mengingat. Namun, fontanel sendiri lebih tepat dianggap sebagai bagian dari sistem tengkorak, bukan otak.

Dalam Al-Qur’an, ada ayat yang sering dikaitkan dengan ubun-ubun, yaitu Surah Al-‘Alaq (96): 15-16, “Ketahuilah! Jika dia tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.”

Kata “nasyiyah” dalam ayat ini diterjemahkan sebagai “ubun-ubun”. Beberapa ulama dan ilmuwan mengaitkan “nasyiyah” dengan prefrontal cortex, bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan, moralitas, dan perilaku

Al-Qur’an secara metaforis dan mendalam menyinggung pentingnya bagian ini dalam mengendalikan tindakan manusia, bahwa “nasyiyah” atau ubun-ubun sering ditafsirkan secara mendalam, baik dalam konteks teologis maupun ilmiah.

Ia merujuk pada orang yang mendustakan kebenaran dan bertindak durhaka. Penggunaan “nasyiyah” (ubun-ubun) dianggap sebagai simbol dari tempat pusat kontrol atau pengambilan keputusan manusia.

Dalam tafsir klasik, banyak ulama menyebut istilah ini untuk menggambarkan bahwa tindakan buruk seseorang berasal dari kendali dan keputusannya sendiri, yang secara simbolis diwakili oleh ubun-ubun.

Secara teologis, ayat ini mengingatkan bahwa Allah memiliki kekuasaan penuh atas manusia, termasuk pada bagian paling inti yang mengendalikan perilaku mereka, yaitu ubun-ubun. Ini adalah peringatan yang kuat tentang konsekuensi dari tindakan mendustakan atau melanggar perintah Allah.

Anatomi modern mengacu, ubun-ubun berada pada lokasi prefrontal cortex, yang terletak di bagian depan otak di belakang dahi dan menjadi bagian penting yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, kontrol diri dan impuls, moralitas dan etika dan perencanaan dan penyelesaian masalah.

Dan secara menakjubkan, seolah ayat “menyentuh” area otak yang secara ilmiah diketahui berperan dalam tindakan dan perilaku manusia. Ketika seseorang bertindak durhaka atau mendustakan, prefrontal cortex memainkan peran besar dalam membuat keputusan tersebut.

QS Al-‘Alaq (96:15-16) menyebut “nasyiyah” atau ubun-ubun sebagai simbol kekuasaan Allah atas manusia. Jika Allah “menarik” ubun-ubun seseorang, biasanya dipahami sebagai tindakan yang menunjukkan kontrol mutlak Allah atas kehidupan manusia, khususnya pada keputusan dan perilaku mereka.

Secara metaforis, “menarik ubun-ubun” adalah cara untuk menyampaikan konsekuensi dari kesombongan dan tindakan durhaka. Ini adalah peringatan bahwa manusia, meskipun merasa memiliki kontrol penuh atas tindakan mereka, tetap berada di bawah kekuasaan dan pengawasan Sang Pencipta.

Kerusakan ringan pada bagian prefrontal cortex, yang terletak di balik ubun-ubun, dapat memiliki dampak signifikan terhadap fungsi eksekutif seseorang. Prefrontal cortex adalah pusat pengambilan keputusan, kontrol impuls, dan perencanaan jangka panjang. Bahkan gangguan kecil pada area ini bisa menyebabkan perubahan perilaku, kesulitan dalam pengambilan keputusan, atau ketidakmampuan untuk mengatur diri dengan baik. Ini mencerminkan pentingnya peran bagian otak ini dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu dampak utama kerusakan prefrontal cortex adalah hilangnya kemampuan kontrol diri. Individu yang mengalami ini mungkin menjadi lebih impulsif, sulit menahan emosi, atau membuat keputusan secara sembarangan tanpa mempertimbangkan konsekuensi. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengambil risiko berbahaya yang sebelumnya akan mereka hindari, karena area otak yang biasanya mengatur pengambilan keputusan rasional mengalami gangguan.

Selain itu, prefrontal cortex berperan penting dalam perencanaan dan organisasi. Jika bagian ini terganggu, individu mungkin mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks atau mengikuti rutinitas. Aktivitas seperti membuat jadwal atau memprioritaskan pekerjaan dapat menjadi tantangan besar. Ini dapat memengaruhi tidak hanya produktivitas, tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan, terutama jika gangguan ini tidak diatasi dengan bantuan profesional.

Kerusakan prefrontal cortex juga dapat berdampak pada hubungan sosial. Area ini berhubungan erat dengan moralitas dan empati, yang merupakan kunci dalam interaksi manusia. Jika seseorang kehilangan sebagian kemampuan ini, mereka mungkin menunjukkan perilaku tidak sesuai norma sosial, tidak peka terhadap perasaan orang lain, atau bahkan memiliki konflik interpersonal yang meningkat. Ini menunjukkan bagaimana fungsi otak tidak hanya berdampak secara individual, tetapi juga secara sosial.

Akhirnya, penting untuk memahami bahwa otak memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi, yang dikenal sebagai neuroplastisitas. Dengan terapi yang tepat, seperti latihan kognitif, rehabilitasi neuropsikologis, dan dukungan emosional, otak dapat memperbaiki diri dan menemukan cara baru untuk menjalankan fungsi yang terganggu. Oleh karena itu, meskipun kerusakan prefrontal cortex dapat berdampak serius, pendekatan yang terfokus dan penuh perhatian dapat membantu individu pulih dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi.

Relasi Fungsi Prefrontal Cortex

Dalam Al-Qur’an dan hadis, ada beberapa ayat dan konsep yang dapat dikaitkan dengan fungsi prefrontal cortex, meskipun istilah ini tidak disebutkan secara eksplisit.

QS Al-‘Alaq (96:15-16)

Ayat ini menyebutkan “nasyiyah” (ubun-ubun) sebagai simbol kontrol atas perilaku manusia. Dalam ilmu neuroscience, ini dapat dikaitkan dengan prefrontal cortex, yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan moralitas.

QS An-Nur (24:30-31)

Ayat ini memerintahkan untuk menjaga pandangan. Dalam konteks neuroscience, menjaga pandangan dapat mengurangi impulsivitas yang dikendalikan oleh prefrontal cortex.

QS Al-Isra’ (17:36)

Ayat ini mengingatkan manusia untuk tidak mengikuti sesuatu tanpa ilmu. Fungsi ini sejalan dengan prefrontal cortex, yang berperan dalam analisis dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim). Prefrontal cortex berperan dalam niat dan perencanaan, sehingga hadis ini relevan dengan fungsi bagian otak tersebut.

Rasulullah SAW bersabda,

“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Pengendalian diri adalah salah satu fungsi utama prefrontal cortex.


Para ahli neuroscience sering mengaitkan ayat Surah Al-‘Alaq (96:15-16) dengan fungsi prefrontal cortex, bagian otak yang terletak di belakang dahi, dikenal sebagai pusat pengambilan keputusan, pengendalian impuls, dan perilaku moral. Para ahli melihat, ayat ini secara metaforis menyinggung pentingnya bagian otak ini dalam mengendalikan tindakan manusia.

Dr. Keith L. Moore, seorang ahli anatomi dan embriologi terkenal, pernah menyatakan bahwa deskripsi “nasyiyah” dalam Al-Qur’an sangat relevan dengan pengetahuan modern tentang fungsi prefrontal cortex. Ia menganggap bahwa ini adalah salah satu bukti harmoni antara wahyu ilahi dan ilmu pengetahuan.

Dalam Al-Qur’an, yaitu Surah Al-‘Alaq (96:15-16) berbicara “ubun-ubun”,

“Ketahuilah! Jika dia tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.”

Ayat ini memiliki dimensi spiritual, etis, dan—dalam pandangan beberapa ilmuwan dan pemikir modern—dimensi ilmiah. Secara teologis, ayat ini menunjukkan kekuasaan Allah atas manusia.

Termasuk aspek paling penting yang melibatkan kendali diri dan pengambilan keputusan, yang dalam hal ini diwakili oleh “nasyiyah” (ubun-ubun).

Tafsir klasik, “ubun-ubun” sering ditafsirkan sebagai simbol dari pusat kendali manusia, mencerminkan bagaimana perilaku durhaka dan dusta dikendalikan oleh niat dan keputusan individu.

Secara metaforis, ayat ini mengingatkan manusia bahwa tindakan mereka yang buruk dapat dikontrol atau dihentikan oleh Allah, yang memiliki kekuasaan mutlak atas semua.

Sains modern, “nasyiyah” dapat dihubungkan dengan bagian prefrontal cortex di otak manusia, yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian impuls.

Jadi ayat ini tidak hanya mengingatkan kita akan dimensi spiritual dalam hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga memberikan refleksi mendalam tentang tanggung jawab moral dan kemampuan manusia untuk mengendalikan tindakan mereka.

Frase “Kami tarik ubun-ubunnya” dalam QS Al-‘Alaq (96) :15-16, diartikan sebagai gambaran simbolis atau metaforis, dan bukan secara langsung merujuk pada kerusakan fisik ubun-ubun. Sering dipahami sebagai pernyataan kekuasaan Allah atas manusia, khususnya terhadap mereka yang mendustakan dan durhaka.

Namun, jika kita mempertimbangkan kemungkinan untuk memaknainya dalam kerangka kerusakan, kita dapat mengaitkannya dengan konsekuensi yang dapat terjadi ketika prefrontal cortex (bagian otak di balik ubun-ubun) mengalami disfungsi atau gangguan.

Tidak hanya kehilangan kemampuan pengambilan keputusan yang bijak, juga memicu gangguan kontrol impuls, sehingga seseorang cenderung bertindak tanpa berpikir panjang dan penurunan kemampuan moralitas dan perencanaan.

“Ditarik ubun-ubunnya” hingga kehilangan kontrol atas pusat pengambilan keputusan, ini bisa dianggap sebagai kerusakan, baik secara fisik maupun moral. Namun maknanya dalam konteks Al-Qur’an lebih cenderung spiritual, yang menggambarkan dominasi ilahi atas manusia.

Para ahli tafsir dan ilmuwan memberikan berbagai pandangan menarik terkait Surah Al-‘Alaq (96:15-16), yang menyebutkan “nasyiyah” atau ubun-ubun.

Ulama seperti Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan bahwa “nasyiyah” dalam ayat ini melambangkan pusat kendali manusia. Ayat ini dianggap sebagai peringatan keras kepada Abu Jahal, yang sering menentang Nabi Muhammad SAW. Imam Razi menafsirkan bahwa Allah akan “menarik ubun-ubun” orang yang mendustakan kebenaran sebagai simbol kekuasaan-Nya atas manusia.

Syekh Nawawi mengaitkan ayat ini dengan kisah Abu Jahal yang berniat mencelakai Nabi Muhammad SAW. Namun, niat tersebut gagal karena perlindungan Allah. “Menarik ubun-ubun” diartikan sebagai tindakan ilahi yang menunjukkan hukuman bagi orang yang durhaka.

Dalam Tafsir Jalalain, “nasyiyah” dipahami sebagai simbol dari tindakan manusia yang mendustakan dan durhaka. Ayat ini menegaskan bahwa Allah memiliki kekuasaan penuh atas manusia, termasuk pada bagian yang menjadi pusat kendali perilaku mereka.

Pendekatan Modern, beberapa ilmuwan modern menghubungkan “nasyiyah” dengan prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, moralitas, dan perilaku. Mereka melihat ayat ini sebagai indikasi mukjizat ilmiah Al-Qur’an, karena secara metaforis menyentuh fungsi otak yang baru dipahami dalam ilmu neuroscience.