Tuhan Itu Dekat, Kitalah yang Menciptakan Jarak
Sesungguhnya Tuhan itu tidak pernah jauh. Ia lebih dekat dari urat leher kita, lebih halus dari bisikan hati, lebih peka dari suara yang tak terucap. Yang menciptakan jarak bukan Dia—melainkan kita, dengan kelalaian, keraguan, dan kesibukan yang menjauhkan ruh dari sumbernya.
Kedekatan Tuhan bukan sekadar metafora, tapi realitas yang bisa dirasakan oleh hati yang jernih. Bahkan sebelum lidah bergerak, sebelum suara terbentuk, Dia sudah tahu. Ia mendengar yang tak terdengar, melihat yang tak tampak, dan memahami yang belum sempat kita pahami.
Dalam sunyi, dalam tangis yang tak bersuara, dalam doa yang hanya berupa getaran jiwa—di sanalah Tuhan paling dekat.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16)
“Sesungguhnya sebaik-baik iman adalah engkau mengetahui bahwa Allah bersamamu di mana pun engkau berada.” (HR. Thabrani – Shahih)
“Yang kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat kepada salah seorang di antara kalian daripada urat leher unta tunggangan kalian.” (HR. Muslim no. 2704)
Kedekatan Tuhan bukan soal ruang, tapi kesadaran. Ia tidak menunggu kita berseru keras, cukup kita hadir sepenuhnya. Karena dalam diam pun, Dia mendengar. Dalam gelisah pun, Dia tahu. Dan dalam kembali, Dia menyambut.

