Tag Archive for: Tumbangnya Teknokrasi

Tumbangnya Teknokrasi: Narasi Baru Ekonomi Indonesia

Kejatuhan Soeharto pada Mei 1998 bukan hanya akhir dari sebuah rezim, tetapi titik balik sejarah yang memperlihatkan bagaimana kekuatan global dapat mengguncang fondasi politik nasional. Krisis moneter yang melanda Asia pada 1997 menjalar ke Indonesia dengan cepat, menyebabkan nilai rupiah terjun bebas, inflasi melonjak, dan kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi runtuh. Dalam situasi genting itu, pemerintah Indonesia menggandeng International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia untuk menyelamatkan ekonomi. Namun, paket bantuan yang ditawarkan datang dengan syarat reformasi struktural yang ketat—penutupan bank, pencabutan subsidi, dan liberalisasi pasar—yang justru memperparah penderitaan rakyat dan memperbesar jurang ketimpangan sosial.

Di balik kebijakan teknokratis yang tampak rasional, tersembunyi tekanan politik yang sangat besar. IMF menolak keras rencana Soeharto untuk menerapkan currency board, dan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, turut menekan agar Indonesia tetap mengikuti resep IMF. Ketika Soeharto tetap menunjuk kroni-kroninya dan enggan melakukan reformasi politik, kepercayaan internasional pun runtuh. Di dalam negeri, kemarahan rakyat memuncak. Demonstrasi mahasiswa, kerusuhan sosial, dan desakan publik tak terbendung. Dalam atmosfer yang penuh ketegangan, Soeharto akhirnya mengundurkan diri setelah 32 tahun berkuasa.

Kisah ini bukan sekadar cerita tentang angka dan kebijakan ekonomi. Ini adalah narasi tentang benturan antara kedaulatan nasional dan arsitektur keuangan global, antara stabilitas teknokratis dan tuntutan demokratis. Kejatuhan Soeharto menjadi simbol bagaimana kekuatan eksternal—lembaga keuangan internasional, tekanan diplomatik, dan arus globalisasi—dapat memengaruhi arah politik suatu bangsa. Indonesia tidak hanya mengalami krisis ekonomi, tetapi juga mengalami kelahiran ulang: sebuah transisi menuju era reformasi yang membuka ruang bagi demokrasi, transparansi, dan redefinisi hubungan antara negara dan rakyatnya.

Mari kita lihat di konteks saat ini dan biar lebih jelas—dan menarik untuk ditelusuri. Dalam pemerintahan Prabowo Subianto, peran Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menjadi sorotan tajam, terutama menjelang dan sesudah gelombang demonstrasi besar-besaran yang terjadi sejak akhir Agustus hingga awal September 2025.

Sri Mulyani, yang dikenal sebagai teknokrat dengan pendekatan fiskal konservatif dan keterikatan kuat pada prinsip-prinsip ekonomi global, sempat menjadi simbol stabilitas di tengah ketidakpastian. Namun, dalam konteks pemerintahan Prabowo yang mengusung agenda pertumbuhan cepat dan ekonomi kerakyatan, pendekatan Sri Mulyani mulai dianggap tidak selaras. Ketegangan memuncak ketika demonstrasi pecah, dipicu oleh ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonomi, ketimpangan sosial, dan persepsi bahwa pemerintah terlalu tunduk pada arsitektur keuangan global yang tidak berpihak pada rakyat.

Sebagai respons atas tekanan politik dan sosial yang meningkat, Prabowo mengganti Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa pada 8 September 2025. Pergantian ini dipandang sebagai langkah strategis untuk menggeser arah kebijakan ekonomi dari pendekatan teknokratis berbasis IMF dan Bank Dunia menuju model yang lebih populis dan pro-BRICS—mengutamakan pertumbuhan, keterlibatan sektor swasta, dan penguatan ekonomi domestik. Dalam konteks ini, “tumbangnya” Sri Mulyani bukan hanya soal jabatan, tapi simbol dari pergeseran poros kekuatan: dari Barat ke Timur, dari stabilitas fiskal ke ekspansi pertumbuhan, dari teknokrasi ke politik massa.