Do’a
Doa yang hanya terjebak dalam rutinitas bisa kehilangan ruhnya—menjadi sekadar lisan tanpa getaran batin. Melangkah dari rutinitas berarti membuka ruang untuk kehadiran yang lebih dalam:
Menghadirkan kesadaran, kejujuran, bahkan keberanian untuk berbicara kepada Tuhan bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan seluruh diri.
Kadang kita perlu diam lebih lama, menangis tanpa kata, atau bahkan bertanya dengan nada ragu. Karena doa bukan hanya soal hafalan, tapi tentang hubungan.
Dan hubungan yang hidup selalu berkembang—kadang penuh syukur, kadang penuh keluhan, kadang hanya sunyi yang penuh makna.
Doa bukan sekadar ritual, tapi dialog langsung dengan Tuhan yang M A H A D E K A T :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah): Sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Hubungan spiritual dalam Islam bersifat langsung dan personal. Jelas dikatakan QS Al-Baqarah: 186 “Sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.”
Karena itulah, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Huruf-huruf dan kata-kata adalah pelindung kita dalam menghadapi informasi yang menyesatkan. Setiap kalimat yang kita baca, setiap pengetahuan yang kita serap, membangun benteng melawan penipuan dan manipulasi. Literasi memberikan kita kemampuan untuk kritis, untuk tidak mudah percaya pada informasi yang kita terima tanpa verifikasi yang baik.
